Kamis, 19 November 2009

proposal metlit

Diposting oleh September di 19.39 1 komentar

I. Rumusan Masalah

• Umum: Seberapa besarkah pengaruh penggunaan media foto story pada pelajaran biologi mempengaruhi minat siswa kelas II SMAN 4 Bandung dalam mempelajari biologi ?

• Khusus : - Apakah penggunaan media foto story pada pelajaran biologi baik digunakan pada siswa kelas II SMAN 4 ?

- Bagaimanakah minat siswa kelas II SMAN 4 Bandung dalam mempelajari biologi meningkat setelah menggunakan media foto story ?

- Benarkah penggunaan media foto story pada pelajaran biologi mempengaruhi minat siswa kelas II SMAN 4 Bandung dalam mempelajari biologi ?

II. Rumusan Tujuan

A. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui apakah penggunaan media foto story pada pelajaran biologi mempengaruhi minat siswa kelas II SMAN 4 Bandung dalam mempelajari biologi.

B. Tujuan Umum

- Untuk melihat seberapa efektif media foto story dalam meningkatkan minat siswa kelas II dalam mempelajari biologi,

- Untuk mengetahui peningkatan peningkatan minat siswa kelas II dalam mempelajari biologi setelah menggunakan media foto story.

III. Manfaat Penelitian

• Disiplin Ilmu

Dengan penelitian ini diharapkan menghasilkan pengetahuan baru mengenai media foto story, dan cara baru untuk mengajar dengan media foto story.

• Praktis Di Lapangan

Penelitian ini diharapkan dapat membuat guru mengajar lebih baik lagi dengan media foto story ini, sehingga para siswa pun dapa lebih berminat dalam pelajaran biologi.

Y

Minat Siswa Kelas II dalam Mempelajari Biologi

X

Penggunaan Media Foto Story pada Mata Pelajaran Biologi

IV. Hubungan Variable X & Y


V. Penjelasan Istilah

• Foto Story dalam penelitian ini maksudnya berupa media yang berisi kumpulan foto-foto materi biologi yang dipelajari, yang diurutkan dari urutan yang paling pertama terjadi sampai yang paling terakhir terjadi.

• Pelajaran Biologi dalam penelitian ini maksudnya adalah salah satu mata pelajaran sains yang mempelajari tentang makhluk hidup, yang akan dijelaskan menggunakan media foto story.

VI. Kajian Teori

A. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus Azhar Arsyad (1997: 3) mengemukakan pengertian media dalam proses pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Namun media memiliki batasan-batasan, dan batasan-batasan media menurut para ahli diantaranya, menurut AECT (Assosiation of Education and Communication Technology, 1977), memberikan batasan media sebagai segala bentuk saluran yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Kemudian NEA (National Education Assosiation) memberikan batasan media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak, audio visual, serta peralatanya.

2. Manfaat Media Dalam Proses Pembelajaran

Menurut Sadiman, et al (1990:16) manfaat media pembelajaran adalah :

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak telalu verbalistis.

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan panca indra.

3. Menimbulkan kegairahan belajar.

4. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan.

5. Memungkinkan terjadinya belajar secara individual menurut kemampuan dan minatnya.

6. Memberikan rangsangan yang sama pada setiap siswa.

7. Mempersamakan pengalaman.

8. Menimbulkan persepsi yang sama antar siswa yang satu dengan yang lain.

Manfaat lain media pembelajaran, yaitu sebagai berikut :

1. Membuat konkrit konsep-konsep yang abstrak. Dalam menjelaskan materi yang bahannya sulit untuk dijelaskan secara langsung dapat dikonkritkan atau disederhanakan melalui media pembelajaran.

2. Menghadirkan objek-objek yang terlalu berbahaya atau sukar untuk dimasukkan kedalam lingkungan belajar.

3. Menampilkan objek yang terlalu besar atau kecil.

4. Memperlihatkan gerakkan yang terlalu cepat atau lambat

3. Jenis Media Pembelajaran

Menurut Heinich, Molenda, Russel (1996:8) jenis media yang lazim dipergunakan dalam pembelajaran antara lain : media nonproyeksi, media proyeksi, media audio, media gerak, media komputer, komputer multimedia, hipermedia, dan media jarak jauh.
Jenis media dalam pembelajaran adalah :

1. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan, diagram, kartun, poster, dan komik.

2. Media tiga dimensi yaitu media dalam bentuk model padat, model penampang, model susun, model kerja, dan diorama.

3. Media proyeksi seperti slide, film stips, film, dan OHP.

4. Lingkungan sebagai media pembelajaran.

Sudirman N, dkk (1992: 206) membagi media pembelajaran menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Media audiktif (media dengar)

adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja. Yang termasuk jenis media ini antara lain meliputi tape recorder dan radio.

2. Media visual (media pandang)

adalah media yang hanya mengandalkan indra pengelihatan. Yang temasuk jenis ini antara lain meliputi gambar, foto, serta benda nyata yang tidak bersuara.

3. Media audio visual (media pandang & dengar)

adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Beberapa contoh media audiovisual meliputi televisi, video, film, atau demonstrasi langsung.

4. Penggunaan Media Dalam Proses Belajar Mengajar
a. Belajar

Belajar banyak didefinisikan oleh para ahli, salah satunya menurut Hilhard Bower dalam buku Theories of Learning (1975). “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan kematangan”.

Sedangkan proses belajar itu sendiri dalam ilmu psikologi, berarti cara-cara atau langkah-langkah (manners or operation) khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapai tujuan tertentu. (Rober ,1988, dalam Muhibin,1995).

Sementara itu menurut Wittig (Muhibbin 1995) proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan yaitu :

1. Acquasistion (tahap perolehan informasi), pada tahap ini si belajar mulai menerima informasi sebagai stimulus dan memberikan respon sehingga ia memiliki pemahaman atau perilaku baru.

2. Storage (penyimpananinformasi), pemahaman dan perilaku baru yang diterima siswa secara otomatis akan disimpan dalam memorinya yang disebut shortterm atau longterm memori.

3. Retrieval (mendapatkan kembali informasi), tahap retrival merupakan peristiwa mental dalam rangka mengungkapkan kembali informasi, pemahaman, pengalaman yang telah diperolehnya.

b. Mengajar

Mengajar adalah salah satu tugas seorang guru. Seorang ahli bernama Hamalik (2001:44-53) mengemukakan, mengajar dapat diartikan sebagai (1) menyampaikan pengetahuan kepada siswa, (2) mewariskan kebudayaan kepada generasi muda, (3) usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, (4) memberikan bimbingan belajar kepada murid, (5) kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik, (6) suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.

c. Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sesuatu tujuan yang hendak dicapai. Prinsip inti mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran terjadinya karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan, dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Atas dasar prinsip ini, maka pembelajaran akan terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan yang mendorong dan ada sesuatu yang perlu dicapai untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan mencapati tujuan. Belajar tidak akan efektif tanpa adanya dorongan dan tujuan.

Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar (Knirk & Gustafson dalam Sagala, 2005).

a. Pembelajaran Biologi Di Sekolah Menengah Atas

Pembelajaran Biologi di Sekolah Menengah Atas diarahkan agar siswa mampu bersikap ilmiah, dengan penekanan pada sikap ingin tahu, bekerja sama, jujur, terbuka, kritis, teliti, tekun, hemat energi, dan peduli lingkungan; mampu menterjemahkan perilaku alam, yang mencakup pola keteraturan di alam, konsep sebagai representasi realitas alam, hubungan antar konsep dan kuantifikasinya, penerapan konsep & prinsip untuk menjelaskan fenomena alam; Mampu memahami proses pembentukan ilmu dan melakukan inkuiri ilmiah melalui pengujian dan penelitian ilmiah; mampu memanfaatkan sains untuk menjelaskan prinsip sains pada produk teknologi, dan merancang/membuat produk teknologi sehari-hari dengan menerapkan prinsip sains; serta mampu mengelola lingkungan secara bijaksana.

b. Penggunaan Media Dalam Proses Pembelajaran

Di zaman yang sudah serba canggih ini masih banyak guru-guru disekolah yang menggunakan metode ceramah, yang akhirnya membuat siswanya merasa jenuh dalam memperhatikan apa ang dijelaskan oleh guru mereka. Lalu dengan penggunaan media dalam proses pembelajaran dapat mempermudah siswa dalam memehami atau menangkap materi yang diajarkan. Karena siswa merasa termotivasi untuk belajar, sehingga hasil belajarpun dapat meningkat.

Dari manfaat media yang telah kita bahas pada poin Manfaat Media Dalam Proses Pembelajaran, dapat kita simpulkan bahwa media mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Hanya saja tinggal bagaimana cara seorang guru merancang dan memilih media yang tepat dalam proses belajar mengajar.

B. Tinjauan Tentang Foto Story Sebagai Media Pembelajaran

1. Pengertian Foto Story

Foto story memiliki istilah yang sama dengan World Press Photo (WPP). Jumlah minimal foto story adalah dua foto dan maksimalnya 12 foto, tengah-tengahnya lima atau enam foto.

Esai foto atau foto story pada hakikatnya adalah sebuah cerita dengan sudut pandang tertentu. Lebih merupakan sebuah pernyataan-rangkaian argumen daripada suatu kisah atau tuturan. Esai foto juga menyampaikan sudut pandang yang jernih dan langsung serta mencoba untuk menganalisa. Jadi esai foto lebih dari sekedar sebuah kompilasi dokumenter.

2. Unsur Dalam Foto Story

1. Jenis foto atau titik tolak foto ( kejadian membahagiakan atau kejadian menyedihkan, atau suatu proses perkembangan).

2. Waktu dan tempat kejadian foto (dimana atau kapan foto itu diambil).

3. Warna foto ( black and white atau berwarna).

4. Konsep karakter yang ada dalam foto (berupa orang, makhluk hidup lain, atau bangunan).

3. Langkah-langkah Pembuatan Foto Story

1. Mengambil gambar-gambar yang akan di jadikan foto story.

2. Mengedit atau menambahkan kata-kata pada foto-foto yang sudah di ambil (jika diperlukan).

3. Mencetak foto-foto tersebut.

4. Menyusun foto-foto yang sudah di cetak sesuai urutan kejadian, dari kejadian yang paling pertama terjadi sampai kejadian yang paling terakhir terjadi.

5. Membuat foto story, dengan urutan :

a. Foto Pembuka, foto pembuka ini punya peran untuk membuka jalan bagi para pembaca kira-kira foto ini bercerita tentang apa? Foto ini seperti gerbang yang membawa masuk pembaca ke dalam foto story itu. Pilihlah foto yang paling kuat yang mewakili isi cerita.

b. Foto Isi, berisikan urutan-urutan foto yang sudah disusun sesuai urutan kejadian.

c. Foto Penutup, foto ini sebagai penutup cerita. Kecuali jika cerita ingin dibuat ngegantung (namun boleh tidak dibuat).

d. Portrait sang subyek (close shoot).

e. Environment shoot, lingkungan sekitarnya, untuk memberi gambaran hubungan subyek dengan lingkungannya (long shoot).

f. Detail-detail shoot, untuk menceritakan lebih dalam lagi tentang sang subyek.

g. Relation ship, hubungan subyek dengan orang lain atau benda lain, bisa dengan orang tua, pacar, senjata api, dll.

4. Foto Story Sebagai Media Pembelajaran

Peranan foto story sebagai media pembelajaran sangatlah penting, karena dapat membantu membangkitkan minta belajar siswa. Karena biasanya siswa akan lebih tertarik mempelajari suatu mata pelajaran jika materi yang disampaikan berisikan gambar-gambar. Sebagaimana yang disampaikan oleh De Porter dan Nourie : “ Sebuah gambar lebih berarti daripada seribu kata. Jika anda menggunakan alat peraga atau media dalam situasi belajar, akan terjadi hal yang menakjubkan. Bukan hanya mengawali proses belajar dengan cara merangsang modalitas visual, alat peraga atau media juga secara harfiah menyalakan jalur saraf seperti kembang api di malam Lebaran. Beribu-ribu asosiasi tiba-tiba dimunculkan ke dalam kesadaran. Kaitan ini menyediakan konteks yang kaya untuk pembelajaran yang baru”.

Dari pendapat diatas dapat kita ketahui jika belajar menggunakan media yang bergambar seperti foto story maka saraf siswa akan bangkit untuk belajar, sehingga siswa yang tadinya mengira pelajaran biologi itu sangat sulit dan menjijikan akan berubah menjadi menyenangkan dan akhirnya memiliki minat untuk mempelajari biologi.

c. Hakekat Minat Belajar

1. Pengertian Minat Belajar

Minat belajar terdiri dari dua kata yakni minat dan belajar. Minat artinya kecenderungan jiwa yang relative menetap kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang. Sedangkan belajar itu adala suatu kegiatan menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja.

Jadi, yang dimaksud dari minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman, atau dengan kata lain, minat belajar itu adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang (siswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam belajar.

2. Bentuk-bentuk Perilaku Minat Belajar

Adapun bentuk siswa yang memiliki minat dalam belajar adalah:

1. Memperhatikan pelajaran dengan pandangan mata menuju ke guru yang menjelaskan,

2. Mencatat apa yang dijelaskan oleh guru,

3. Rasa ingin tahu terhadap pelajaran yang sangat besar, dengan selalu bertanya dan mencari tahu sendiri baik dengan membaca buku atau mencari di internet) tentang pelajaran.

4. Menyelesaikan setiap tugas yang diberikan dengan benar.

5. Memiliki prestasi dalam pelajaran/hasil belajar memuaskan.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar

Ada dua faktor yang mempengaruhi minat belajar, faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu seperti faktor, kesehatan, bakat perhatian, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu (dirinya) seperti Keluarga, sekolah, masyarakat.

1. Faktor intern terbagi menjadi beberapa faktor yaitu:

1) Faktor Kesehatan

2) Cacat Tubuh

3) Faktor Psikologis (meliputi :bakat atau intelegensi, kesiapan, dan perhatian)

2. Faktor ekstern

1) Faktor Keluarga (meliputi : cara orang tua mendidik, keadaan ekonomi keluarga, dan suasana rumah).

2) Faktor Sekolah (meliputi : metode mengajar, kurikulum, dan pekerjaan rumah).

3) Faktor Masyarakat ( meliputi : kegiatan dalam masyarakat dan teman bergaul).

Daftar Pustaka

Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi, (2008), Media Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpend FIP UPI.

Sanjaya, Wina, (2007), Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sutawijaya, Whisnu, (2006), Penggunaan Media Komik Pada Mata Pelajaran Matematika Di Sekolah Dasar (skripsi). Bandung: Jurusan Kurtekpend FIP UPI.

Latief, Feri, (2009), Tentang Foto Story. (online).

Tersedia: http://nolanlasar.blog.friendster.com/2009/04/tentang-foto-story/.

Munawar, Indra, (2009), Pengertian Belajar. (online).

Tersedia: http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/ pengertian-belajar.html.

Caféstudio061’s Weblog, (2008), Pengertian Belajar Dan Perubahan Perilaku dalam Belajar. (online).

Tersedia: http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/ pengertian-belajar-dan-perubahan-perilaku-dalam-belajar/

Portal Sains Indonesia, (2008), Definisi Bologi dan Cabang-cabang Ilmu Biologi. (online).

Tersedia: http://www.forumsains.com/biologi/definisi-biologi-dan-cabang-cabang-ilmu-biologi/

Photojournalism Without Border, (2008), Mengenal Bentuk Foto Story. (online).

Tersedia: http://matanesia-community.blogspot.com/2008/08/ mengenal-bentuk-foto-story.html

Kusuma, Damajanti, (2009), Definisi Pembelajaran.(online).

Tersedia: http://instructionaltheorycourse.blogspot.com/ 2009/02/1-introduction_18.html

Official Weblog Zanikhan, (2008), Minat Belajar Siswa. (online).

Tersedia: http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1206

Guru IT, (2009), Pengertian Media Pembelajaran.(online).

Tersedia: http://guruit07.blogspot.com/2009/01/pengertian-media-pembelajaran.html

Minggu, 11 Oktober 2009

Diposting oleh September di 03.39 0 komentar

Senin, 05 Oktober 2009

Diposting oleh September di 04.53 0 komentar

Minggu, 04 Oktober 2009

Tugas Resume Jurnal

Diposting oleh September di 05.07 0 komentar
KURIKULUM DAN TUJUAN PENDIDIKAN
Prof.Dr.H.Said Hamid Hasan, MA

Pembahasan mengenai proses pengembangan kurikulum merupakan terjemahan dari pengertian kurikulum dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan dalam bentuk berbagai kegiatan pengembangan. Pengertian dan posisi kurikulum akan menentukan ap yang seharusnya menjadi perhatian awal para pengembang kurikulum, mengembangkan ide kurikulum, mengembangkan ide dalam bentuk dokumen kurikulum, proses implementasi, dan proses evaluasi kurikulum. Pengertian dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan menentukan apa yang seharusnya menjadi tolok ukur keberhasilan kurikulum, sebagai bagian dari keberhasilan pendidikan.

PENGERTIAN KURIKULUM

Dalam banyak literature kurikulum diartikan sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut
Selain kurikulum diartikan sebagai dokumen, para akhli kurikulum mengemukakan berbagai definisi kurikulum yang tentunya dianggap sesuai dengan konstruk kurikulum yang ada pada dirinya. Perbedaan pendapat para akhli didasarkan pada isu berikut ini:
• filosofi kurikulum
• ruang lingkup komponen kurikulum
• polarisasi kurikulum - kegiatan belajar
• posisi evaluasi dalam pengembangan kurikulum
Perbedaan ruang lingkup kurikulum juga menyebabkan berbagai perbedaan dalam definisi. Ada yang berpendapat bahwa kurikulum adalah "statement of objectives" (McDonald; Popham), ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rencana bagi guru untuk mengembangkan proses pembelajaran atau instruction (Saylor, Alexander,dan Lewis, 1981) Ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang berisikan berbagai komponen sebagai dasar bagi guru untuk mengembangkan kurikulum guru (Zais,1976:10). Ada juga pendapat resmi negara seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa kurikulum adalah "seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaranserta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untukmencapai tujuan pendidikan tertentu" (pasal 1 ayat 19).
Suatu hal yang jelas bahwa definisi kurikulum oleh kelompok "conservative" (perenialism dan essentialism), kelompok "romanticism" (romantic naturalism), "existentialism" mau pun "progressive" (experimentalism, reconstructionism) hanya memusatkan perhatian pada fungsi "transfer" dari apa yang sudah terjadi dan apa yang sedang terjadi. Pada aliran progresif kelompok rekonstruksionis dapat dikatakan berbeda dari lainnya karena kelompok ini tidak hanya mengubah apa yang ada pada saat sekarang tetapi juga membentuk apa yang akan dikembangkan. Walau pun tidak begitu jelas tetapi pada pandangan ini sudah ada upaya untuk "shaping the future" dan bukan hanya "adjusting, mending or reconstructing the existing conditions of the life of community". Seperti dikemukakan oleh McNeil (1977:19):
Social reconstructionists are opposed to the notion that the curriculum should help students adjusts or fit the existing society. Instead, they conceive of curriculum as a vehicle for fostering critical discontent and for equipping learners with the skills needed for conceiving new goals and affecting social change.
Secara mendasar, ada kekhawatiran bahwa kurikulum hanya memikirkan kerusakan atau persoalan social yang ada dan meninggalkan sama sekali apa yang sudah dihasilkan. Kontinuitas kehidupan dan perkembangan masyarakat dikhawatirkan akan terganggu.
.Kemajuan teknologi pada akhir kedua abad keduapuluh telah memberikan velocity perubahan pada berbagai aspek kehidupan pada tingkat yang tak pernah dibayangkan manusia sebelumnya. Pendidikan harus lah aktif membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik untuk suatu kehidupan yang akan dimasukinya dan dibentuknya. Peserta didik akan menjadi anggota masyarakat yang secara individu maupun kelompok tidak hanya dibentuk oleh masyarakat (dalam posisi menerima = pasif) tetapi harus mampu memberi dan mengembangkan masyarakat ke arah yang diinginkan (posisi aktif). Artinya, kurikulum merupakan rancangan dan kegiatan pendidikan yang secara maksimal mengembangkan potensi kemanusiaan yang ada pada diri seseorang baik sebagai individu mau pun sebagai anggota masyarakat untuk kehidupan dirinya, masyarakat, dan bangsanya di masa mendatang.

POSISI KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN

Kurikulum memiliki posisi sentral dalam setiap upaya pendidikan Klein, 1989:15). Dalam pengertian kurikulum yang dikemukakan di atas harus diakui ada kesan bahwa kurikulum seolah-olah hanya dimiliki oleh lembaga pendidikan modern dan yang telah memiliki rencana tertulis. Sedangkan lembaga pendidikan yang tidak memiliki rencana tertulis dianggap tidak memiliki kurikulum. Pengertian di atas memang pengertian yang diberlakukan untuk semua unit pendidikan dan secara administratif kurikulum harus terekam secara tertulis.
Secara singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga. Posisi pertama adalah kurikulum adalah "construct" yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Pengertian kurikulum berdasarkan pandangan filosofis perenialisme dan esensialisme sangat mendukung posisi pertama kurikulum ini. Kedua, adalah kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah social yang berkenaan dengan pendidikan. Posisi ini dicerminkan oleh pengertian kurikulum yang didasarkan pada pandangan filosofi progresivisme. Posisi ketiga adalah kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Sayangnya, kurikulum yang dikembangkan di Indonesia masih membatasi dirinya pada posisi sentral dalam kehidupan akademik yang dipersepsikan dalam pemikiran perenialisme dan esensialisme. Konsekuensi logis dari posisi ini adalah kurikulum membatasi dirinya dan hanya menjawab tantangan dalam kepentingan pengembangan ilmu dan teknologi. Struktur kurikulum 2004 yang memberikan sks lebih besar pada mata pelajaran matematika, sains (untuk lebih mendekatkan diri pada istilah yang dibenarkan oleh pandangan esensialis), dan teknologi dengan mengorbankan Pengetahuan Sosial dan Ilmu Sosial, PPKN/kewarganegaraan, bahasa Indonesia dan daerah, serta bidang-bidang yang dianggap kurang "penting". Alokasi waktu ini adalah "construct" para pengembang kurikulum dan jawaban kurikulum terhadap permasalahan yang ada.
Pertanyaan yang muncul adalah kualitas apa yang harus dimiliki semua manusia Indonesia yang telah menyelesaikan wajib belajar 9 tahun? Ini adalah kualitas minimal dan harus dimiliki seluruh anggota bangsa. Jika pasal 36 ayat (3) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 dijadikan dasar untuk mengidentifikasi kualitas minimal yang harus dimiliki bangsa Indonesia maka kurikulum haus mengembangkannya. Jika mentalitas bangsa Indonesia yang diinginkan adalah mentalitas baru yang religius, produktif, hemat, memiliki rasa kebangsaan tinggi, mengenal lingkungan, gemar membaca, gemar berolahraga, cinta seni, inovatif, kreatif, kritis, demokratis, cinta damai, cinta kebersihan, disiplin, kerja keras, menghargai masa lalu, menguasai pemanfatan teknologi informasi dan sebagainya maka kurikulum harus mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kualitas tersebut sebagai kualitas dasar atau kualitas minimal bangsa yang menjadi tugas kurikulum SD/MI dan SMP/MTs.

PROSES PENGEMBANGAN KURIKULUM

Unruh dan Unruh (1984:97) mengatakan bahwa proses pengembangan kurikulum a complex process of assessing needs, identifying desired learning outcomes, preparing for instruction to achieve the outcomes, and meeting the cultural, social, and personal needs that the curriculum is to serve. Berbagai factor seperti politik, social, budaya, ekonomi, ilmu, teknologi berpengaruh dalam proses pengembangan kurikulum. Oleh karena itu Olivia (1992:39-41) selain mengakui bahwa pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang kompleks lebih lanjut mengatakan curriculum is a product of its time. . . curriculum responds to and is changed by social forced, philosophical positions, psychological principles, accumulating knowledge, and educational leadership at its moment in history. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam pengembangan kurikulum focus awal memberi petunjuk jelas apakah kurikulum yang dikembangkan tersebut kurikulum dalam pandangan tradisional, modern ataukah romantism.

Model pengembangan kurikulum berikut ini adalah model yang biasanya digunakan dalam banyak proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini kurikulum lebih banyak mengambil posisi pertama yaitu sebagai rencana dan kegiatan. Ide yang dikembangkan pada langkah awal lebih banyak berfokus pada kualitas apa yang harus dimiliki dalam belajar suatu disiplin ilmu, teknologi, agama, seni, dan sebagainya. Pada fase pengembangan ide, permasalahan pendidikan hanya terbatas pada permasalahan transfer dan transmisi. Masalah yang muncul di masyarakat atau ide tentang masyarakat masa depan tidak menjadi kepedulian kurikulum. Kegiatan evaluasi diarahkan untuk menemukan kelemahan kurikulum yang ada, model yang tersedia dan dianggap sesuai untuk suatu kurikulum baru, dan diakhiri dengan melihat hasil kurikulum berdasarkan tujuan yang terbatas.

Keseluruhan proses pengembangan kurikulum dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam proses pengembangan tersebut unsure-unsur luar seperti kebudayaan di mana suatu lembaga pendidikan berada tidak pula mendapat perhatian. Konsep diversifikasi kurikulum menempatkan konteks social-budaya seharusnya menjadi pertimbangan utama. Sayangnya, karena sifat ilmu yang universal menyebabkan konteks social-budaya tersebut terabaikan. Padahal seperti dikemukakan Longstreet dan Shane (1993:87) bahwa kebudayaan berfungsi dalam dua perspektif yaitu eksternal dan internal:
The environment of the curriculum is external insofar as the social order in general establishes the milieu within which the schools operate; it is internal insofar as each of us carries around in our mind's eye models of how the schools should function and what the curriculum should be. The external environment is full of disparate but overt conceptions about what the schools should be doing. The internal environment is a multiplicity of largely unconscious and often distorted views of our educational realities for, as individuals, we caught by our own cultural mindsets about what should be, rather than by a recognition of our swiftly changing, current realities.

Modelkedua yang diajukan dalam makalah ini adalah model yang menempatkan kurikulum dalam posisi kedua dan ketiga. Dalam model ini maka proses pengembangan kurikulum dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Identifikasi masalah dalam masyarakat dan kualitas yang dimiliki suatu komunitas pada saat sekarang dijadikan dasar dalam perbandingan dengan kualitas yang diinginkan masyarakat sehingga menghasilkan harus dikembangkan oleh kurikulum. Dalam model ini maka proses pengembangan kurikulum selalu dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Pencapaian tujuan kurikulum pun diukur dengan keberhasilan lulusan di masyarakat.

Kamis, 19 November 2009

proposal metlit

I. Rumusan Masalah

• Umum: Seberapa besarkah pengaruh penggunaan media foto story pada pelajaran biologi mempengaruhi minat siswa kelas II SMAN 4 Bandung dalam mempelajari biologi ?

• Khusus : - Apakah penggunaan media foto story pada pelajaran biologi baik digunakan pada siswa kelas II SMAN 4 ?

- Bagaimanakah minat siswa kelas II SMAN 4 Bandung dalam mempelajari biologi meningkat setelah menggunakan media foto story ?

- Benarkah penggunaan media foto story pada pelajaran biologi mempengaruhi minat siswa kelas II SMAN 4 Bandung dalam mempelajari biologi ?

II. Rumusan Tujuan

A. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui apakah penggunaan media foto story pada pelajaran biologi mempengaruhi minat siswa kelas II SMAN 4 Bandung dalam mempelajari biologi.

B. Tujuan Umum

- Untuk melihat seberapa efektif media foto story dalam meningkatkan minat siswa kelas II dalam mempelajari biologi,

- Untuk mengetahui peningkatan peningkatan minat siswa kelas II dalam mempelajari biologi setelah menggunakan media foto story.

III. Manfaat Penelitian

• Disiplin Ilmu

Dengan penelitian ini diharapkan menghasilkan pengetahuan baru mengenai media foto story, dan cara baru untuk mengajar dengan media foto story.

• Praktis Di Lapangan

Penelitian ini diharapkan dapat membuat guru mengajar lebih baik lagi dengan media foto story ini, sehingga para siswa pun dapa lebih berminat dalam pelajaran biologi.

Y

Minat Siswa Kelas II dalam Mempelajari Biologi

X

Penggunaan Media Foto Story pada Mata Pelajaran Biologi

IV. Hubungan Variable X & Y


V. Penjelasan Istilah

• Foto Story dalam penelitian ini maksudnya berupa media yang berisi kumpulan foto-foto materi biologi yang dipelajari, yang diurutkan dari urutan yang paling pertama terjadi sampai yang paling terakhir terjadi.

• Pelajaran Biologi dalam penelitian ini maksudnya adalah salah satu mata pelajaran sains yang mempelajari tentang makhluk hidup, yang akan dijelaskan menggunakan media foto story.

VI. Kajian Teori

A. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus Azhar Arsyad (1997: 3) mengemukakan pengertian media dalam proses pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Namun media memiliki batasan-batasan, dan batasan-batasan media menurut para ahli diantaranya, menurut AECT (Assosiation of Education and Communication Technology, 1977), memberikan batasan media sebagai segala bentuk saluran yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Kemudian NEA (National Education Assosiation) memberikan batasan media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak, audio visual, serta peralatanya.

2. Manfaat Media Dalam Proses Pembelajaran

Menurut Sadiman, et al (1990:16) manfaat media pembelajaran adalah :

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak telalu verbalistis.

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan panca indra.

3. Menimbulkan kegairahan belajar.

4. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan.

5. Memungkinkan terjadinya belajar secara individual menurut kemampuan dan minatnya.

6. Memberikan rangsangan yang sama pada setiap siswa.

7. Mempersamakan pengalaman.

8. Menimbulkan persepsi yang sama antar siswa yang satu dengan yang lain.

Manfaat lain media pembelajaran, yaitu sebagai berikut :

1. Membuat konkrit konsep-konsep yang abstrak. Dalam menjelaskan materi yang bahannya sulit untuk dijelaskan secara langsung dapat dikonkritkan atau disederhanakan melalui media pembelajaran.

2. Menghadirkan objek-objek yang terlalu berbahaya atau sukar untuk dimasukkan kedalam lingkungan belajar.

3. Menampilkan objek yang terlalu besar atau kecil.

4. Memperlihatkan gerakkan yang terlalu cepat atau lambat

3. Jenis Media Pembelajaran

Menurut Heinich, Molenda, Russel (1996:8) jenis media yang lazim dipergunakan dalam pembelajaran antara lain : media nonproyeksi, media proyeksi, media audio, media gerak, media komputer, komputer multimedia, hipermedia, dan media jarak jauh.
Jenis media dalam pembelajaran adalah :

1. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan, diagram, kartun, poster, dan komik.

2. Media tiga dimensi yaitu media dalam bentuk model padat, model penampang, model susun, model kerja, dan diorama.

3. Media proyeksi seperti slide, film stips, film, dan OHP.

4. Lingkungan sebagai media pembelajaran.

Sudirman N, dkk (1992: 206) membagi media pembelajaran menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Media audiktif (media dengar)

adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja. Yang termasuk jenis media ini antara lain meliputi tape recorder dan radio.

2. Media visual (media pandang)

adalah media yang hanya mengandalkan indra pengelihatan. Yang temasuk jenis ini antara lain meliputi gambar, foto, serta benda nyata yang tidak bersuara.

3. Media audio visual (media pandang & dengar)

adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Beberapa contoh media audiovisual meliputi televisi, video, film, atau demonstrasi langsung.

4. Penggunaan Media Dalam Proses Belajar Mengajar
a. Belajar

Belajar banyak didefinisikan oleh para ahli, salah satunya menurut Hilhard Bower dalam buku Theories of Learning (1975). “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan kematangan”.

Sedangkan proses belajar itu sendiri dalam ilmu psikologi, berarti cara-cara atau langkah-langkah (manners or operation) khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapai tujuan tertentu. (Rober ,1988, dalam Muhibin,1995).

Sementara itu menurut Wittig (Muhibbin 1995) proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan yaitu :

1. Acquasistion (tahap perolehan informasi), pada tahap ini si belajar mulai menerima informasi sebagai stimulus dan memberikan respon sehingga ia memiliki pemahaman atau perilaku baru.

2. Storage (penyimpananinformasi), pemahaman dan perilaku baru yang diterima siswa secara otomatis akan disimpan dalam memorinya yang disebut shortterm atau longterm memori.

3. Retrieval (mendapatkan kembali informasi), tahap retrival merupakan peristiwa mental dalam rangka mengungkapkan kembali informasi, pemahaman, pengalaman yang telah diperolehnya.

b. Mengajar

Mengajar adalah salah satu tugas seorang guru. Seorang ahli bernama Hamalik (2001:44-53) mengemukakan, mengajar dapat diartikan sebagai (1) menyampaikan pengetahuan kepada siswa, (2) mewariskan kebudayaan kepada generasi muda, (3) usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, (4) memberikan bimbingan belajar kepada murid, (5) kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik, (6) suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.

c. Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sesuatu tujuan yang hendak dicapai. Prinsip inti mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran terjadinya karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan, dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Atas dasar prinsip ini, maka pembelajaran akan terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan yang mendorong dan ada sesuatu yang perlu dicapai untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan mencapati tujuan. Belajar tidak akan efektif tanpa adanya dorongan dan tujuan.

Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar (Knirk & Gustafson dalam Sagala, 2005).

a. Pembelajaran Biologi Di Sekolah Menengah Atas

Pembelajaran Biologi di Sekolah Menengah Atas diarahkan agar siswa mampu bersikap ilmiah, dengan penekanan pada sikap ingin tahu, bekerja sama, jujur, terbuka, kritis, teliti, tekun, hemat energi, dan peduli lingkungan; mampu menterjemahkan perilaku alam, yang mencakup pola keteraturan di alam, konsep sebagai representasi realitas alam, hubungan antar konsep dan kuantifikasinya, penerapan konsep & prinsip untuk menjelaskan fenomena alam; Mampu memahami proses pembentukan ilmu dan melakukan inkuiri ilmiah melalui pengujian dan penelitian ilmiah; mampu memanfaatkan sains untuk menjelaskan prinsip sains pada produk teknologi, dan merancang/membuat produk teknologi sehari-hari dengan menerapkan prinsip sains; serta mampu mengelola lingkungan secara bijaksana.

b. Penggunaan Media Dalam Proses Pembelajaran

Di zaman yang sudah serba canggih ini masih banyak guru-guru disekolah yang menggunakan metode ceramah, yang akhirnya membuat siswanya merasa jenuh dalam memperhatikan apa ang dijelaskan oleh guru mereka. Lalu dengan penggunaan media dalam proses pembelajaran dapat mempermudah siswa dalam memehami atau menangkap materi yang diajarkan. Karena siswa merasa termotivasi untuk belajar, sehingga hasil belajarpun dapat meningkat.

Dari manfaat media yang telah kita bahas pada poin Manfaat Media Dalam Proses Pembelajaran, dapat kita simpulkan bahwa media mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Hanya saja tinggal bagaimana cara seorang guru merancang dan memilih media yang tepat dalam proses belajar mengajar.

B. Tinjauan Tentang Foto Story Sebagai Media Pembelajaran

1. Pengertian Foto Story

Foto story memiliki istilah yang sama dengan World Press Photo (WPP). Jumlah minimal foto story adalah dua foto dan maksimalnya 12 foto, tengah-tengahnya lima atau enam foto.

Esai foto atau foto story pada hakikatnya adalah sebuah cerita dengan sudut pandang tertentu. Lebih merupakan sebuah pernyataan-rangkaian argumen daripada suatu kisah atau tuturan. Esai foto juga menyampaikan sudut pandang yang jernih dan langsung serta mencoba untuk menganalisa. Jadi esai foto lebih dari sekedar sebuah kompilasi dokumenter.

2. Unsur Dalam Foto Story

1. Jenis foto atau titik tolak foto ( kejadian membahagiakan atau kejadian menyedihkan, atau suatu proses perkembangan).

2. Waktu dan tempat kejadian foto (dimana atau kapan foto itu diambil).

3. Warna foto ( black and white atau berwarna).

4. Konsep karakter yang ada dalam foto (berupa orang, makhluk hidup lain, atau bangunan).

3. Langkah-langkah Pembuatan Foto Story

1. Mengambil gambar-gambar yang akan di jadikan foto story.

2. Mengedit atau menambahkan kata-kata pada foto-foto yang sudah di ambil (jika diperlukan).

3. Mencetak foto-foto tersebut.

4. Menyusun foto-foto yang sudah di cetak sesuai urutan kejadian, dari kejadian yang paling pertama terjadi sampai kejadian yang paling terakhir terjadi.

5. Membuat foto story, dengan urutan :

a. Foto Pembuka, foto pembuka ini punya peran untuk membuka jalan bagi para pembaca kira-kira foto ini bercerita tentang apa? Foto ini seperti gerbang yang membawa masuk pembaca ke dalam foto story itu. Pilihlah foto yang paling kuat yang mewakili isi cerita.

b. Foto Isi, berisikan urutan-urutan foto yang sudah disusun sesuai urutan kejadian.

c. Foto Penutup, foto ini sebagai penutup cerita. Kecuali jika cerita ingin dibuat ngegantung (namun boleh tidak dibuat).

d. Portrait sang subyek (close shoot).

e. Environment shoot, lingkungan sekitarnya, untuk memberi gambaran hubungan subyek dengan lingkungannya (long shoot).

f. Detail-detail shoot, untuk menceritakan lebih dalam lagi tentang sang subyek.

g. Relation ship, hubungan subyek dengan orang lain atau benda lain, bisa dengan orang tua, pacar, senjata api, dll.

4. Foto Story Sebagai Media Pembelajaran

Peranan foto story sebagai media pembelajaran sangatlah penting, karena dapat membantu membangkitkan minta belajar siswa. Karena biasanya siswa akan lebih tertarik mempelajari suatu mata pelajaran jika materi yang disampaikan berisikan gambar-gambar. Sebagaimana yang disampaikan oleh De Porter dan Nourie : “ Sebuah gambar lebih berarti daripada seribu kata. Jika anda menggunakan alat peraga atau media dalam situasi belajar, akan terjadi hal yang menakjubkan. Bukan hanya mengawali proses belajar dengan cara merangsang modalitas visual, alat peraga atau media juga secara harfiah menyalakan jalur saraf seperti kembang api di malam Lebaran. Beribu-ribu asosiasi tiba-tiba dimunculkan ke dalam kesadaran. Kaitan ini menyediakan konteks yang kaya untuk pembelajaran yang baru”.

Dari pendapat diatas dapat kita ketahui jika belajar menggunakan media yang bergambar seperti foto story maka saraf siswa akan bangkit untuk belajar, sehingga siswa yang tadinya mengira pelajaran biologi itu sangat sulit dan menjijikan akan berubah menjadi menyenangkan dan akhirnya memiliki minat untuk mempelajari biologi.

c. Hakekat Minat Belajar

1. Pengertian Minat Belajar

Minat belajar terdiri dari dua kata yakni minat dan belajar. Minat artinya kecenderungan jiwa yang relative menetap kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang. Sedangkan belajar itu adala suatu kegiatan menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja.

Jadi, yang dimaksud dari minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman, atau dengan kata lain, minat belajar itu adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang (siswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam belajar.

2. Bentuk-bentuk Perilaku Minat Belajar

Adapun bentuk siswa yang memiliki minat dalam belajar adalah:

1. Memperhatikan pelajaran dengan pandangan mata menuju ke guru yang menjelaskan,

2. Mencatat apa yang dijelaskan oleh guru,

3. Rasa ingin tahu terhadap pelajaran yang sangat besar, dengan selalu bertanya dan mencari tahu sendiri baik dengan membaca buku atau mencari di internet) tentang pelajaran.

4. Menyelesaikan setiap tugas yang diberikan dengan benar.

5. Memiliki prestasi dalam pelajaran/hasil belajar memuaskan.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar

Ada dua faktor yang mempengaruhi minat belajar, faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu seperti faktor, kesehatan, bakat perhatian, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu (dirinya) seperti Keluarga, sekolah, masyarakat.

1. Faktor intern terbagi menjadi beberapa faktor yaitu:

1) Faktor Kesehatan

2) Cacat Tubuh

3) Faktor Psikologis (meliputi :bakat atau intelegensi, kesiapan, dan perhatian)

2. Faktor ekstern

1) Faktor Keluarga (meliputi : cara orang tua mendidik, keadaan ekonomi keluarga, dan suasana rumah).

2) Faktor Sekolah (meliputi : metode mengajar, kurikulum, dan pekerjaan rumah).

3) Faktor Masyarakat ( meliputi : kegiatan dalam masyarakat dan teman bergaul).

Daftar Pustaka

Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi, (2008), Media Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpend FIP UPI.

Sanjaya, Wina, (2007), Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sutawijaya, Whisnu, (2006), Penggunaan Media Komik Pada Mata Pelajaran Matematika Di Sekolah Dasar (skripsi). Bandung: Jurusan Kurtekpend FIP UPI.

Latief, Feri, (2009), Tentang Foto Story. (online).

Tersedia: http://nolanlasar.blog.friendster.com/2009/04/tentang-foto-story/.

Munawar, Indra, (2009), Pengertian Belajar. (online).

Tersedia: http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/ pengertian-belajar.html.

Caféstudio061’s Weblog, (2008), Pengertian Belajar Dan Perubahan Perilaku dalam Belajar. (online).

Tersedia: http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/ pengertian-belajar-dan-perubahan-perilaku-dalam-belajar/

Portal Sains Indonesia, (2008), Definisi Bologi dan Cabang-cabang Ilmu Biologi. (online).

Tersedia: http://www.forumsains.com/biologi/definisi-biologi-dan-cabang-cabang-ilmu-biologi/

Photojournalism Without Border, (2008), Mengenal Bentuk Foto Story. (online).

Tersedia: http://matanesia-community.blogspot.com/2008/08/ mengenal-bentuk-foto-story.html

Kusuma, Damajanti, (2009), Definisi Pembelajaran.(online).

Tersedia: http://instructionaltheorycourse.blogspot.com/ 2009/02/1-introduction_18.html

Official Weblog Zanikhan, (2008), Minat Belajar Siswa. (online).

Tersedia: http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1206

Guru IT, (2009), Pengertian Media Pembelajaran.(online).

Tersedia: http://guruit07.blogspot.com/2009/01/pengertian-media-pembelajaran.html

Minggu, 11 Oktober 2009

Senin, 05 Oktober 2009

Minggu, 04 Oktober 2009

Tugas Resume Jurnal

KURIKULUM DAN TUJUAN PENDIDIKAN
Prof.Dr.H.Said Hamid Hasan, MA

Pembahasan mengenai proses pengembangan kurikulum merupakan terjemahan dari pengertian kurikulum dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan dalam bentuk berbagai kegiatan pengembangan. Pengertian dan posisi kurikulum akan menentukan ap yang seharusnya menjadi perhatian awal para pengembang kurikulum, mengembangkan ide kurikulum, mengembangkan ide dalam bentuk dokumen kurikulum, proses implementasi, dan proses evaluasi kurikulum. Pengertian dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan menentukan apa yang seharusnya menjadi tolok ukur keberhasilan kurikulum, sebagai bagian dari keberhasilan pendidikan.

PENGERTIAN KURIKULUM

Dalam banyak literature kurikulum diartikan sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut
Selain kurikulum diartikan sebagai dokumen, para akhli kurikulum mengemukakan berbagai definisi kurikulum yang tentunya dianggap sesuai dengan konstruk kurikulum yang ada pada dirinya. Perbedaan pendapat para akhli didasarkan pada isu berikut ini:
• filosofi kurikulum
• ruang lingkup komponen kurikulum
• polarisasi kurikulum - kegiatan belajar
• posisi evaluasi dalam pengembangan kurikulum
Perbedaan ruang lingkup kurikulum juga menyebabkan berbagai perbedaan dalam definisi. Ada yang berpendapat bahwa kurikulum adalah "statement of objectives" (McDonald; Popham), ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rencana bagi guru untuk mengembangkan proses pembelajaran atau instruction (Saylor, Alexander,dan Lewis, 1981) Ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang berisikan berbagai komponen sebagai dasar bagi guru untuk mengembangkan kurikulum guru (Zais,1976:10). Ada juga pendapat resmi negara seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa kurikulum adalah "seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaranserta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untukmencapai tujuan pendidikan tertentu" (pasal 1 ayat 19).
Suatu hal yang jelas bahwa definisi kurikulum oleh kelompok "conservative" (perenialism dan essentialism), kelompok "romanticism" (romantic naturalism), "existentialism" mau pun "progressive" (experimentalism, reconstructionism) hanya memusatkan perhatian pada fungsi "transfer" dari apa yang sudah terjadi dan apa yang sedang terjadi. Pada aliran progresif kelompok rekonstruksionis dapat dikatakan berbeda dari lainnya karena kelompok ini tidak hanya mengubah apa yang ada pada saat sekarang tetapi juga membentuk apa yang akan dikembangkan. Walau pun tidak begitu jelas tetapi pada pandangan ini sudah ada upaya untuk "shaping the future" dan bukan hanya "adjusting, mending or reconstructing the existing conditions of the life of community". Seperti dikemukakan oleh McNeil (1977:19):
Social reconstructionists are opposed to the notion that the curriculum should help students adjusts or fit the existing society. Instead, they conceive of curriculum as a vehicle for fostering critical discontent and for equipping learners with the skills needed for conceiving new goals and affecting social change.
Secara mendasar, ada kekhawatiran bahwa kurikulum hanya memikirkan kerusakan atau persoalan social yang ada dan meninggalkan sama sekali apa yang sudah dihasilkan. Kontinuitas kehidupan dan perkembangan masyarakat dikhawatirkan akan terganggu.
.Kemajuan teknologi pada akhir kedua abad keduapuluh telah memberikan velocity perubahan pada berbagai aspek kehidupan pada tingkat yang tak pernah dibayangkan manusia sebelumnya. Pendidikan harus lah aktif membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik untuk suatu kehidupan yang akan dimasukinya dan dibentuknya. Peserta didik akan menjadi anggota masyarakat yang secara individu maupun kelompok tidak hanya dibentuk oleh masyarakat (dalam posisi menerima = pasif) tetapi harus mampu memberi dan mengembangkan masyarakat ke arah yang diinginkan (posisi aktif). Artinya, kurikulum merupakan rancangan dan kegiatan pendidikan yang secara maksimal mengembangkan potensi kemanusiaan yang ada pada diri seseorang baik sebagai individu mau pun sebagai anggota masyarakat untuk kehidupan dirinya, masyarakat, dan bangsanya di masa mendatang.

POSISI KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN

Kurikulum memiliki posisi sentral dalam setiap upaya pendidikan Klein, 1989:15). Dalam pengertian kurikulum yang dikemukakan di atas harus diakui ada kesan bahwa kurikulum seolah-olah hanya dimiliki oleh lembaga pendidikan modern dan yang telah memiliki rencana tertulis. Sedangkan lembaga pendidikan yang tidak memiliki rencana tertulis dianggap tidak memiliki kurikulum. Pengertian di atas memang pengertian yang diberlakukan untuk semua unit pendidikan dan secara administratif kurikulum harus terekam secara tertulis.
Secara singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga. Posisi pertama adalah kurikulum adalah "construct" yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Pengertian kurikulum berdasarkan pandangan filosofis perenialisme dan esensialisme sangat mendukung posisi pertama kurikulum ini. Kedua, adalah kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah social yang berkenaan dengan pendidikan. Posisi ini dicerminkan oleh pengertian kurikulum yang didasarkan pada pandangan filosofi progresivisme. Posisi ketiga adalah kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Sayangnya, kurikulum yang dikembangkan di Indonesia masih membatasi dirinya pada posisi sentral dalam kehidupan akademik yang dipersepsikan dalam pemikiran perenialisme dan esensialisme. Konsekuensi logis dari posisi ini adalah kurikulum membatasi dirinya dan hanya menjawab tantangan dalam kepentingan pengembangan ilmu dan teknologi. Struktur kurikulum 2004 yang memberikan sks lebih besar pada mata pelajaran matematika, sains (untuk lebih mendekatkan diri pada istilah yang dibenarkan oleh pandangan esensialis), dan teknologi dengan mengorbankan Pengetahuan Sosial dan Ilmu Sosial, PPKN/kewarganegaraan, bahasa Indonesia dan daerah, serta bidang-bidang yang dianggap kurang "penting". Alokasi waktu ini adalah "construct" para pengembang kurikulum dan jawaban kurikulum terhadap permasalahan yang ada.
Pertanyaan yang muncul adalah kualitas apa yang harus dimiliki semua manusia Indonesia yang telah menyelesaikan wajib belajar 9 tahun? Ini adalah kualitas minimal dan harus dimiliki seluruh anggota bangsa. Jika pasal 36 ayat (3) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 dijadikan dasar untuk mengidentifikasi kualitas minimal yang harus dimiliki bangsa Indonesia maka kurikulum haus mengembangkannya. Jika mentalitas bangsa Indonesia yang diinginkan adalah mentalitas baru yang religius, produktif, hemat, memiliki rasa kebangsaan tinggi, mengenal lingkungan, gemar membaca, gemar berolahraga, cinta seni, inovatif, kreatif, kritis, demokratis, cinta damai, cinta kebersihan, disiplin, kerja keras, menghargai masa lalu, menguasai pemanfatan teknologi informasi dan sebagainya maka kurikulum harus mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kualitas tersebut sebagai kualitas dasar atau kualitas minimal bangsa yang menjadi tugas kurikulum SD/MI dan SMP/MTs.

PROSES PENGEMBANGAN KURIKULUM

Unruh dan Unruh (1984:97) mengatakan bahwa proses pengembangan kurikulum a complex process of assessing needs, identifying desired learning outcomes, preparing for instruction to achieve the outcomes, and meeting the cultural, social, and personal needs that the curriculum is to serve. Berbagai factor seperti politik, social, budaya, ekonomi, ilmu, teknologi berpengaruh dalam proses pengembangan kurikulum. Oleh karena itu Olivia (1992:39-41) selain mengakui bahwa pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang kompleks lebih lanjut mengatakan curriculum is a product of its time. . . curriculum responds to and is changed by social forced, philosophical positions, psychological principles, accumulating knowledge, and educational leadership at its moment in history. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam pengembangan kurikulum focus awal memberi petunjuk jelas apakah kurikulum yang dikembangkan tersebut kurikulum dalam pandangan tradisional, modern ataukah romantism.

Model pengembangan kurikulum berikut ini adalah model yang biasanya digunakan dalam banyak proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini kurikulum lebih banyak mengambil posisi pertama yaitu sebagai rencana dan kegiatan. Ide yang dikembangkan pada langkah awal lebih banyak berfokus pada kualitas apa yang harus dimiliki dalam belajar suatu disiplin ilmu, teknologi, agama, seni, dan sebagainya. Pada fase pengembangan ide, permasalahan pendidikan hanya terbatas pada permasalahan transfer dan transmisi. Masalah yang muncul di masyarakat atau ide tentang masyarakat masa depan tidak menjadi kepedulian kurikulum. Kegiatan evaluasi diarahkan untuk menemukan kelemahan kurikulum yang ada, model yang tersedia dan dianggap sesuai untuk suatu kurikulum baru, dan diakhiri dengan melihat hasil kurikulum berdasarkan tujuan yang terbatas.

Keseluruhan proses pengembangan kurikulum dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam proses pengembangan tersebut unsure-unsur luar seperti kebudayaan di mana suatu lembaga pendidikan berada tidak pula mendapat perhatian. Konsep diversifikasi kurikulum menempatkan konteks social-budaya seharusnya menjadi pertimbangan utama. Sayangnya, karena sifat ilmu yang universal menyebabkan konteks social-budaya tersebut terabaikan. Padahal seperti dikemukakan Longstreet dan Shane (1993:87) bahwa kebudayaan berfungsi dalam dua perspektif yaitu eksternal dan internal:
The environment of the curriculum is external insofar as the social order in general establishes the milieu within which the schools operate; it is internal insofar as each of us carries around in our mind's eye models of how the schools should function and what the curriculum should be. The external environment is full of disparate but overt conceptions about what the schools should be doing. The internal environment is a multiplicity of largely unconscious and often distorted views of our educational realities for, as individuals, we caught by our own cultural mindsets about what should be, rather than by a recognition of our swiftly changing, current realities.

Modelkedua yang diajukan dalam makalah ini adalah model yang menempatkan kurikulum dalam posisi kedua dan ketiga. Dalam model ini maka proses pengembangan kurikulum dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Identifikasi masalah dalam masyarakat dan kualitas yang dimiliki suatu komunitas pada saat sekarang dijadikan dasar dalam perbandingan dengan kualitas yang diinginkan masyarakat sehingga menghasilkan harus dikembangkan oleh kurikulum. Dalam model ini maka proses pengembangan kurikulum selalu dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Pencapaian tujuan kurikulum pun diukur dengan keberhasilan lulusan di masyarakat.
 

Septiyani nur Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal